Transit

Bila kau sedang dekat dengan seseorang, menjadi yang pertama dikabari saat dia sedang ada masalah, menjadi saksi berbagai prestasi yang tak henti dia ceritakan, atau menjadi kawan penghabis waktu dari senja hingga ufuk rindu, maka ketahuilah bahwa hatimu sedang berada dalam bahaya. Lewat tulisan ini aku hadir bukan untuk menyelamatkanmu, melainkan membawa kesadaranmu menyelami luka lebih dalam. Sebab kedekatan sering kali mematikan nalar, membius lewat kenyamanan, membunuh lewat pujian. Ketahuilah, sekali pun dia tak pernah menginginkanmu. Dia hanya benci sendiri, keangkuhannya butuh ditemani, dan hatinya butuh disanjung atas berbagai kisah perih yang pernah dia lewati.
Senja menjemput malam, hati menjemput kelam.(source:wiranagara.id)
Nyatanya, bukan kau 'kan yang selama ini dia ceritakan sebagai kesayangan?

Mari kita telaah lebih jauh. Suatu hubungan indah bila yang terjadi adalah saling, bukan sekedar yang paling.Kau dan dia sadar untuk menjalani peran dengan aktif dan partisipatif. Setiap cerita, kejadian, gagasan, mimpi, pencapaian, hingga lelah seharian, kau dan dia bergantian mengisi kesepian. Saat menangis, tertampunglah air mata. Begitu pula saat bahagia, terbagi dengan bijaksana. Tidak ada yang berlebihan. Semua terbagi secara optimal tanpa mengerdilkan potensi hangatnya kebersamaan. 
Lalu bila kau ketahui tidak pernah ada kesempatan sama saat kau dan dia duduk di satu meja, sudah sepantasnya kau bunyikan sirine tanda bahaya. Berjam-jam kau dengarkan keluh kesahnya, menanggapi hal-hal asing yang sebenarnya kau tak begitu peduli, membawanya ke tempat-tempat menenangkan, memberi rasa aman, menyiapkan jaket saat dia kedinginan, antar jemput kostan tepat waktu, hingga melewatkan pertemuan besar hanya untuk dia seorang. Iya, untuk dia yang bahkan sekali saja kau mencoba membuka topik tentang dirimu dia langsung mengalihkan ke pembahasan lain! Gila, sengeri inikah kau mendamba hati yang belum tentu bisa kau miliki?
Nyatanya, bukan kau 'kan yang selama ini dia ceritakan sebagai kesayangan?
Begini, tahan dulu emosi. Coba buka rentetan chatting-mu dengannya, baca. Siapa yang paling meledak-ledak saat menceritakan sesuatu? Berapa alinea perbandingan saat ada pembahasan? Siapa yang paling berdebar menunggu balasan hingga jeda bernapas saja jadi sebuah masalah? Dan siapa yang paling terpukul kala setiap pesan berganti tak pernah ditanggapi? Lihat baik-baik. Bila ada yang terlihat paling dominan, maka ada yang harus dilakukan. Ah, begini saja. Siapa yang meminta waktu lebih? Yang tak mau tahu urusan orang, pokoknya detik itu juga tidak boleh ada yang lebih penting dari dirinya. Siapa? Ayo, coba, siapa? Begitu ponsel berdering harus segera diangkat dan tidak boleh ada suara lain selain yang menelpon tersebut. Kau tahu itu siapa, kau tahu semua itu kenapa, kau tetap bertahan? Ya, kau sering menyebutnya cinta.
Saat kau dibutuhkan kau harus segera datang, ketika kau butuh pertolongan pesanmu seakan menghilang. Tidak lama kemudian kau temukan pesan berhias maaf dan ajakan ketemuan, atau minimal diminta menemani makan. Lagi-lagi kau harus mendengar ceritanya dan dengan dalih tak enak hati kau tetap setia untuknya. Saking seringnya kau ada untuknya sehari tak direpotkan seperti ada yang kurang. Kau mulai menanyakan kabarnya, dia tanggapi dengan menanyakan posisi, kau sudah siap berangkat, lalu dia menghilang lagi. Ini yang paling menyita logika berpikirku. Kenapa bisa ada seseorang yang mengajak bertemu, begitu sudah siap untuk ditemui, tiba-tiba dia tidak bisa dihubungi? Itu kenapa? Kok ada sih orang-orang yang memainkan khawatir sebegitu hebatnya?
Ambil kendaraanmu segera, terutama yang sering kau gunakan untuk mengantar jemput raganya. Telusuri semua tempat di kotamu. Lihat, di situ, iya, di kedai kopi, warung makan, cafe hits, angkringan, burjo, kantin kampus, tempat-tempat yang pernah kau sangka akan menjadi gerbang terbukanya hatinya untukmu itu hanya sekedar saksi bisu. Apa? Suap-suapan? Saling sentuh hidung? Cubit pipi? Membaca garis tangan masing-masing? Saling menatap lama sambil tersenyum? Senggol-senggol manja? Itu hanya ada di sekitarmu. Sudahlah. Dia hanya benci sendiri, bukan ingin dilengkapi.
Nyatanya, bukan kau 'kan yang selama ini dia ceritakan sebagai kesayangan?
Bagaimana? Nikmat bukan rasanya bertahan dalam kesakitan? Mantap betul. Hebat loh itu hatimu bisa bertahan begitu lama menyaksikan tumbuh kembang sakitnya. Tunas muncul, bunga semerbak harum, matang buah sedap nan ranum. Kau yang merawatnya, menyirami setiap hari tanpa mengeluh, memupuk dengan sabar, membanggakan ke setiap orang, kau unggah di instastories, kau kicaukan di twitter, kau jadikan kebanggaan di Path, hingga tiba waktu panen, kau memetiknya namun bukan kau yang merasakan manisnya.
Dia tidak mencintaimu. Dia hanya sedang kesepian dan kebetulan ada kamu.
Nyatanya, bukan kau 'kan yang selama ini dia ceritakan sebagai kesayangan.
---
Ditulis untuk merangkul kaum "curhatnya sama siapa, jadiannya sama siapa". Tetaplah kuat dan saling menguatkan, sedihmu jangan ragu untuk dibagi, sebab patah hatimu tak pernah sendiri.

Peluk erat, dekap mesra.
Wira  Nagara

Comments

Popular Posts